Demokrasi Amerika Serikat
Jika dilihat praktik demokrasi di Amerika Serikat, sedikit
banyak tidak dapat dipungkiri bahwa negara ini telah menerapkan prinsip-prinsip
dasar demokrasi dalam praktik kenegaraannya. Semua hal yang berkaitan dengan
kenegaraan telah diatur dengan rinci dalam konstitusinya. Di samping itu,
lembaga-lembaga negara yang ada pun menjalankan tugas dengan mekanisme check
and balances yang tinggi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Tiga lembaga pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan
yudikatif, secara terpisah antara satu dengan yang lain masing-masing memiliki
kekuasaan untuk mengimbangi di antara ketiga lembaga tersebut. Mekanisme check
and balances yang terutama ditujukan bagi lembaga legislatif yang memiliki
kekuasaan tertinggi (HoR) yang diimbangi oleh Senat yang dipilih oleh lembaga
legislatif negara-negara bagian merupakan suatu cara untuk membagi kekuasaan
pemerintah dan menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Jika dilihat lagi lebih mendalam, prinsip-prinsip demokrasi
yang dijalankan dapat dipaparkan sebagai berikut:
- Pemilihan Umum yang demokratis
Di Amerika Serikat, Kongres membentuk Federal Election
Commission (FEC) yang bertugas melaksanakan pemilihan umum dan badan ini murni
independen sehingga tidak ada kemungkinan dicampuri atau diintervensi oleh
pemerintah. Pengurusnya dipilih setiap enam tahun sekali dan tugas yang paling
penting ialah pengawasan terhadap pengelolaan sumber dana (yang dipakai untuk
pembiayaan kampanye) dari setiap calon kandidat, kelengkapan administrasi
kandidat serta penghitungan suara hasil pemilu.
Pemilu yang
demokratis, di Amerika Serikat, pemilihan yang bebas dan adil adalah hal yang
penting dalam menjamin pondasi politik demokratis. Untuk beberapa alasan
kebanyak warga Amerika percaya secara keseluruhan sistem elektoral adalah adil
dan jujur. Beberapa hal yang dapat dicatat antara lain bahwa frekuensi
pemilihan-pemilihan bermakna tak ada partai atau faksi di dalam sebuah partai
yang punya jaminan untuk selamanya berkuasa, yang mendapat suara mayoritas
tidak mungkin selalu mendapat suara mayoritas pada pemilihan berikutnya.
Sistem peradilan yang independen,
Lembaga yudikatif di Amerika Serikat adalah lembaga hukum
yang independen. Ia terdiri dari Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan
tertinggi. MA membawahi badan Peradilan Banding tingkat federal dan di tingkat
lebih bawah lagi terdapat badan Peradilan tingkat distrik.
MA di Amerika Serikat merupakan satu-satunya produk
yudikatif dari konstitusi. Keputusan MA tidak dapat ditandingi oleh lembaga
peradilan lainnya. Meskipun kongres memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah
hakim yang akan duduk dalam MA dan kadangkala menentukan kasus apa yang harus
diselesaikan, namun tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan kekuasaan MA.
MA menangani kasus yang melibatkan orang penting dari negara lain dan negara
bagian Amerika Serikat serta kasus-kasus banding dari pengadilan di bawahnya.
Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui
banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan
yang ada di konstitusi. Di Amerika Serikat, pengadilan bisa menyatakan bahwa
tindakan kongres dan badan parlemen di tingkat negara bagian tidak sah karena
bertentangan dengan konstitusi dan bisa memerintahkan suatu tindakan oleh
kepresidenan atas alasan yang sama. Pembela terbesar hak-hak individu di
Amerika Serikat adalah sistem pengadilan hal ini dimungkinkan karena kebanyakan hakim
memiliki masa jabatan seumur hidup dan dapat memusatkan perhatian tanpa
terganggu oleh politik. Demokrasi juga terdapat dalam perlindungan hak-hak
individu, menyediakan perlindungan tersebut adalah tugas utama peradilan
federal.
- Kekuasaan lembaga kepresidenan
Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden berdasarkan
konstitusi. Konstitusi juga mengatur pemilihan Wakil Presiden termasuk wewenang
sementara untuk menggantikan presiden jika presiden meninggal dunia,
mengundurkan diri atau diberhentikan. Di samping itu, Konstitusi juga mengatur
tugas dan kewenangan presiden secara detail yang tidak dapat didelegasikan
kepada siapapun termasuk Wakil Presiden, kabinet presidensial atau pegawai
pemerintah federal lainnya. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif terpusat pada
Presiden. Mengenai kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden ini secara
konstitusional terdapat dalam Pasal II Konstitusi Amerika Serikat, yang
menetapkan adanya seorang presiden, menentukan cara pemilihan dan menetapkan
masa jabatan presiden selama empat tahun.
Antar lembaga negara di Amerika Serikat dikenal sebuah
sistem pengawasan dan perimbangan yang dirancang untuk memperbolehkan tiap
lembaga negara membatasi kekuasaan yang lain. Presiden bisa memveto
langkah-langkah Kongres baik dalam tataran konstitusional maupun kebijakan dan
vetonya tidak bisa diruntuhkan seperti di sampaikan di atas. Hal ini tidak saja
memberi presiden kesempatan untuk mengawasi Kongres, namun juga memungkinkannya
untuk lebih dulu mengimbangi kepentingan legislatif. Namun pengawasan dan
perimbangan juga membatasi prerogatif kepresidenan. Perintah eksekutif
kepresidenan, misalnya saja, harus sesuai dengan UU atau ia tak akan bisa
diberlakukan oleh pengadilan federal. Penunjukkan yang dilakukan presiden untuk
jabatan-jabatan tinggi harus disetujui mayoritas suara senat.
Hal terpenting dari pengawasan terhadap presiden berupa
impeachment dan pemecatan karena kejahatan berat dan perbuatan tercela. Dalam
sistem konstitusional Amerika tidak ada pemecatan karena mendapat mosi tak
percaya dari dewan legislatif, seorang presiden di-impeach oleh suara mayoritas
dari parlemen. Selanjutnya ia disidangkan di Senat, dengan pimpinan sidang
kepala MA Amerika Serikat dengan hukuman terberatnya hanyalah pemecatan dari
jabatan sekalipun seorang presiden bisa dituduh dan diadili di pengadilan biasa
untuk membuktikan apakah ia terbukti bersalah atau terbebas dari tuduhan dalam
impeachment yang jatuh padanya.
- Peran media yang bebas
Hal yang berkaitan erat dengan hak publik untuk tahu adalah
media yang bebas (surat kabar, radio dan televisi) yang bisa menginvestigasi
jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan. Dalam
hal ini, pers dianggap sebagai penjaga yang baik dari demokrasi dan merupakan
pengganti warga, melaporkan kembali melalui media cetak dan penyiaran apa yang
sudah ditemukannya sehingga masyarakat bisa bertindak berdasarkan pengetahuan
itu. Dalam demokrasi, masyarakat bergantung pada pers untuk memberantas
korupsi, untuk memaparkan kesalahan penerapan hukum atau ketidakefisienan kerja
sebuah lembaga pemerintah. Tak ada negara yang bisa bebas tanpa adanya pers
bebas dan satu pertanpa kediktatoran adalah pembungkaman media.
Dengan semakin kompleksnya permasalahan dan bertambah
banyaknya jumlah penduduk yang sangat plural tidak mengherankan jumlah
kelompok-kelompok kepentindan di Amerika Serikat yang berfungsi menyuarakan
aspirasi masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada banyak
organisasi di luar pemerintah yang independen dari negara, misalnya GOPAC yang
merupakan insitusi independen yang bergerak dalam bidang penyediaan informasi
politik penting dan strategis bagi keperluan pendidikan, research maupun
bisnis. Ia bukan hanya diperlukan oleh kalangan politisi saja tapi juga
masyarakat awam dan pelaku bisnis.
Di Amerika Serikat Disadari bahwa ciri khas masyarakat demokratis adalah
adanya ruang bagi warga untuk menciptakan sumber daya politik alternatif yang
bisa mereka mobilisir saat mereka membutuhkannya. Dengan demikian,
kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir memainkan peran mendasar;
mereka membantu warga agar dapat memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki
secara lebih efektif seperti suara, kebebasan berbicara, perserikatan serta
proses hukum.
Melindungi hak-hak minoritas,
Memang harus diakui, meskipun Amerika Serikat dianggap
sebagai negara demokratis, namun sejarah perlindungan terhadap kaum minoritas
di Amerika Serikat sangat buruk sekali. Hal ini bukan hanya perlakuan yang
diskriminatif terhadap masyarakat Afrika Amerika (kulit hitam) tapi juga
masyarakat Indian. Setidaknya dalam perkembangan dewasa ini, perjuangan ke arah
penghapusan terhadap diskriminasi tersebut telah dilakukan. Memang perjuangan
untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum minoritas di Amerika Serikat kebanyakan
mengambil tempat di meja hijau dan di Kongres serta dewan legislatif di
negara-negara bagian.Upaya-upaya tersebut telah terbukti berhasil dengan dua
alasan.
Pertama, kekuasaan hukum dan keyakinan yang
terus hidup di masyarakat Amerika Serikat bahwa sekalipun terdapat
individu-individu maupun kelompok-kelompok yang tidak sepakat dengan
penyelesaian dari pengadilan atau pihak-pihak legislatif dalam pembentukan
kebijakan-kebijakan, para warga negara terikat untuk tunduk pada kebijakan
tersebut. Apabila mereka tidak setuju dengan kebijakan atau peraturan tersebut,
mereka akan melobi pihak legislatif dan mengajukan tuntutan ke pengadilan ketimbang
membanjiri jalan-jalan.
Kedua,
kepercayaan sipil masyarakat Amerika Serikat seperti tertera dalam Konstitus,
Deklarasi Kemerdekaan dan tradisi panjang yang berlangsung di legislatif dan
pengadilan, memegang teguh bahwa semua orang diciptakan setara dan berhak untuk
mendapatkan perlindungan yang setara di bawah hukum. Jadi prinsip umumnya
adalah semua individu mesti mendapatkan perlakuan yang setara di bawah hukum.
Apabila tidak, maka bangsa ini menggali kuburnya sendiri menuju pertikaian
antar kelas di masyarakat sipil. SUMBER :https://lincemagriasti.wordpress.com
Demokrasi Inggris
Meski berbentuk
kerajaan, demokrasi tetap tumbuh di Inggris karena berubahnya monarki absolut
di Inggris menjadi monarki konstitusional. Dalam sistem monarki konstitusional,
raja atau ratu diberikan tempat terhormat, namun tidak lagi mempunyai kekuatan
politik. Monarki konstitusional memperkecil peranan raja atau ratu di bidang
politik dan memperbesar kekuasaan
perdana menteri dan parlemen. Negara Inggris dikenal sebagai pelopor
dari sistem parlementer. Parlemen Inggris dipilih oleh rakyat melalui pemilu
yang demokratis. Sistem pemerintahannya didasarkan pada konstitusi yang tidak
tertulis atau konvensi. Konstitusi Inggris tidak terkodifikasi dalam satu
naskah tertulis, tapi tersebar dalam berbagai peraturan, hukum, dan konvensi.
Inggris adalah negara kesatuan (unitary state) dengan sebutan United Kingdom
yang terdiri atas England, Scotland, Wales, dan Irlandia Utara. Inggris
berbentuk kerajaan (monarki). Inggris menganut sistem desentralisasi. Kekuasaan
pemerintah daerah berada pada Council (dewan) yang dipilih oleh rakyat di
daerah. Sekarang ini, Inggris terbagi dalam tiga daerah, yaitu England, Wales,
dan Greater London.
Kerajaan Inggris
merupakan negara demokrasi dengan sistem parlementer yang menganut paham
liberal. Paham ini mendasarkan dan mengutamakan kebebasan individu yang
seluas-luasnya. Sistem politik Inggris ini kemudian banyak dipraktekkan pula di
negara-negara Eropa Barat. Raja atau ratu merupakan simbol keagungan,
kedaulatan, dan persatuan negara yang senantiasa dibanggakan. Adat dan tradisi
masih tetap dipegang teguh. Kekuasaan pemerintah terdapat pada kabinet (perdana
menteri beserta para menteri), sedangkan raja atau ratu hanya sebagai kepala
negara.
Sehari-hari,
pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, yang dipegang oleh partai
pemenang pemilihan umum. Namun demikian, ada partai oposisi sebagai pendamping.
Secara keseluruhan, mereka bekerja untuk raja atau ratu. Partai-partai yang
memperebutkan kekuatan di parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai Buruh.
Parlemen Inggris terdiri atas dua kamar (bikameral), yaitu House House of
Commons yang diketuai perdana menteri, dan House of Lords. House of Commons
atau Majelis Rendah adalah badan perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya
dipilih oleh rakyat di antara calon-calon partai politik. House of Lord atau
Mejelis Tinggi adalah perwakilan yang berisi para bangsawan dengan berdasarkan
warisan. House of Commons memiliki keuasaan yang lebih besar daripada House of
Lord.
Kabinet adalah
kelompok menteri yang dipimpin oleh perdana menteri. Kabinet inilah yang
benar-benar menjalankan praktek pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal
dari House of Commons. Perdana menteri adalah pemimpin dari partai mayoritas di
House of Commons. Masa jabatan kabinet sangat tergantung pada kepercayaan dari
House of Commons. Parlemen memiliki kekuasaan membubarkan kabinet dengan mosi
tidak percaya. Partai yang menang dalam pemilu dan mayoritas di parlemen
merupakan partai yang memerintah, sedangkan partai yang kalah menjadi partai
oposisi. Para pemimpin oposisisi membuat semacam kabinet tandingan. Jika
sewaktu-waktu kabinet jatuh, partai oposisi dapat mengambil alih
penyelenggaraan pemerintah.
SUMBER ; http://www.scribd.com
Demokrasi Cina
Proses demokratisasi di China rupanya mengambil jalannya sendiri,
tidak dilakukan secara gegabah meniru Barat. Negara tetap memegang kendali
secara solid, tetapi ruang gerak masyarakat untuk berusaha justru didorong
dengan kebijakan desentralisasi daerah. Individu dan masyarakat didorong untuk
mengembangkan ”ekonomi inovatif”. Mesin produktivitas China saat ini adalah
buruh yang murah, inovasi, dan menggeliatnya kapitalisme dengan pangsa pasar
yang sangat besar. Tidak mengherankan bahwa China juga dikenal sebagai tukang
bajak kekayaan intelektual terbesar di dunia.
Hubungan demokrasi dan ekonomi inovatif sangat erat. Inovasi
sebagai buah pikiran bebas, kreatif, dan berisiko selalu dilakukan oleh
individu-individu yang hidup dalam alam demokrasi. Inovator semacam Bill Gates
dapat muncul karena iklim kebebasan yang ada di AS. Akan tetapi, bangsa China
sangat sadar, jika kekebasan dibuka sedemikian lebar seperti di AS, negara itu
bisa buyar seperti pengalaman Uni Soviet dan Yugoslavia. Belajar dari negara
tetangganya yang sama-sama menganut ideologi sosialisme-komunisme yang ternyata
berakhir dengan kegagalan,
China mengembangkan konsep demokrasi yang berakar
pada sejarah dan tradisi sendiri.
SUMBER :http://internasional.kompas.com
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut
(fluktuasi) dari masa kemerdekaan hingga saaat ini. Dari segi waktu,
perkembangna demokrasi di Indonesia dibagi menjadi empat periode, antara lain:
1.Demokrasi pada
Periode 1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
System demokrasi ini mulai berlaku sebulan setelah
kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan dan kemudian diperkuat dengan UUD
1945 dan 1950, yang ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Karena lemahnya
benih-benih demokrasi system parlementer member peluang untuk dominasi
partai-partai politik dan DPR.
UUD 1950 yang menetapkan berlakunya system parlementer dimana badan eksekutif
terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta
menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi
politik-politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama.
Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan
destabilisasi politik nasional. Sehingga pada akhirnya Ir. Soekarno sebagai
Presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya
kembali UUD 1945 dan berakhirnya masa demokrasi system parlementer.
Ciri-ciri pada periode ini adalah dominasi dari presiden,
terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan
meluasnya peranan ABRI sebagai unsure politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang
sebagai sutu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang
presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi
ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebgai presiden seumur
hidup telah “membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini (UUD memungkinkan
seorang presiden untuk dipilih kembali) yang telah ditentukan oleh UUD 1945”.
Selain itu banyak pula tindakan-tindakan yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan UUD.
G. 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang
untul dimulainya masa demokrasi pancasila. Dimana pada periode ini dikenal
dengan nama Demokkrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang
mendasar pada demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalism dan otokrasi
dictator. Namun, sebenarnya demokrasi terpimpin ini ingin menempatkan Ir.
Soekarno sebagai ayah dalam keluarga besar yang bernama Indonesia dengan
kekuasaan tepusat berada di tangannya.
3.Demokrasi pada
Periode 1965-1998 (Demokrasi Pancasila)
Landasan utama dari periode ini adalah pancasila, UUD dan
ketetapan-ketetapan MPRS. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa
jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden
kembali menjadi elektif setiap lima
tahun. DPR-Gotong Royong diberi beberapa hak control, disamping ia tetap
mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai
status menteri. Dan masih banyak kebijakan-kebijakan pada periode ini dengan
tujuan agar terbinanaya partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat
disamping tindakan pembangunan ekonomi secara teratur.
Badan eksekutif yang kuat tetapi tidaak “comitted” kepada
suatu program pembangunan justru dapat membawa kebobrokan oleh karena kekuasaan
yang dimilikinya disia-siakan untuk tujuan yang pada hakikatnya merugikan
rakyat.
4.Demokrasi pada
Periode 1998-Sekarang (Demokrasi Reformasi)
Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan
baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Karena hal itu menjadikan awal bagi
transisi demokrasi di Indonesia. Sukses
atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat factor
kunci, yaitu:
- Desain institusi politik
- Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik di kalangan elite dan non elite
- Peran civil society (masyarakat madani)
Keempat factor itu harus jalan secara sinergis dan
berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Perlu diketahui
bahwa transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase
ini akan dituntut kemana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu dalam
fase ini pula bisa saja terjadi pembalikkan arah perjalanan bangsa dan Negara
yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter seperti yang
terjadi pada masa orde lama dan orde baru. sumber;https://jumatunnikmah.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar