Senin, 27 April 2015

DEMOKRASI di BERBAGAI NEGARA

Demokrasi Amerika Serikat

     Jika dilihat praktik demokrasi di Amerika Serikat, sedikit banyak tidak dapat dipungkiri bahwa negara ini telah menerapkan prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam praktik kenegaraannya. Semua hal yang berkaitan dengan kenegaraan telah diatur dengan rinci dalam konstitusinya. Di samping itu, lembaga-lembaga negara yang ada pun menjalankan tugas dengan mekanisme check and balances yang tinggi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.

     Tiga lembaga pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, secara terpisah antara satu dengan yang lain masing-masing memiliki kekuasaan untuk mengimbangi di antara ketiga lembaga tersebut. Mekanisme check and balances yang terutama ditujukan bagi lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan tertinggi (HoR) yang diimbangi oleh Senat yang dipilih oleh lembaga legislatif negara-negara bagian merupakan suatu cara untuk membagi kekuasaan pemerintah dan menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Jika dilihat lagi lebih mendalam, prinsip-prinsip demokrasi yang dijalankan dapat dipaparkan sebagai berikut:
  • Pemilihan Umum yang demokratis

     Di Amerika Serikat, Kongres membentuk Federal Election Commission (FEC) yang bertugas melaksanakan pemilihan umum dan badan ini murni independen sehingga tidak ada kemungkinan dicampuri atau diintervensi oleh pemerintah. Pengurusnya dipilih setiap enam tahun sekali dan tugas yang paling penting ialah pengawasan terhadap pengelolaan sumber dana (yang dipakai untuk pembiayaan kampanye) dari setiap calon kandidat, kelengkapan administrasi kandidat serta penghitungan suara hasil pemilu.
     Pemilu yang demokratis, di Amerika Serikat, pemilihan yang bebas dan adil adalah hal yang penting dalam menjamin pondasi politik demokratis. Untuk beberapa alasan kebanyak warga Amerika percaya secara keseluruhan sistem elektoral adalah adil dan jujur. Beberapa hal yang dapat dicatat antara lain bahwa frekuensi pemilihan-pemilihan bermakna tak ada partai atau faksi di dalam sebuah partai yang punya jaminan untuk selamanya berkuasa, yang mendapat suara mayoritas tidak mungkin selalu mendapat suara mayoritas pada pemilihan berikutnya.
Sistem peradilan yang independen,
Lembaga yudikatif di Amerika Serikat adalah lembaga hukum yang independen. Ia terdiri dari Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi. MA membawahi badan Peradilan Banding tingkat federal dan di tingkat lebih bawah lagi terdapat badan Peradilan tingkat distrik.
MA di Amerika Serikat merupakan satu-satunya produk yudikatif dari konstitusi. Keputusan MA tidak dapat ditandingi oleh lembaga peradilan lainnya. Meskipun kongres memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah hakim yang akan duduk dalam MA dan kadangkala menentukan kasus apa yang harus diselesaikan, namun tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan kekuasaan MA. MA menangani kasus yang melibatkan orang penting dari negara lain dan negara bagian Amerika Serikat serta kasus-kasus banding dari pengadilan di bawahnya.
Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi. Di Amerika Serikat, pengadilan bisa menyatakan bahwa tindakan kongres dan badan parlemen di tingkat negara bagian tidak sah karena bertentangan dengan konstitusi dan bisa memerintahkan suatu tindakan oleh kepresidenan atas alasan yang sama. Pembela terbesar hak-hak individu di Amerika Serikat adalah sistem pengadilan  hal ini dimungkinkan karena kebanyakan hakim memiliki masa jabatan seumur hidup dan dapat memusatkan perhatian tanpa terganggu oleh politik. Demokrasi juga terdapat dalam perlindungan hak-hak individu, menyediakan perlindungan tersebut adalah tugas utama peradilan federal.
  • Kekuasaan lembaga kepresidenan

     Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden berdasarkan konstitusi. Konstitusi juga mengatur pemilihan Wakil Presiden termasuk wewenang sementara untuk menggantikan presiden jika presiden meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan. Di samping itu, Konstitusi juga mengatur tugas dan kewenangan presiden secara detail yang tidak dapat didelegasikan kepada siapapun termasuk Wakil Presiden, kabinet presidensial atau pegawai pemerintah federal lainnya. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif terpusat pada Presiden. Mengenai kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden ini secara konstitusional terdapat dalam Pasal II Konstitusi Amerika Serikat, yang menetapkan adanya seorang presiden, menentukan cara pemilihan dan menetapkan masa jabatan presiden selama empat tahun.
     Antar lembaga negara di Amerika Serikat dikenal sebuah sistem pengawasan dan perimbangan yang dirancang untuk memperbolehkan tiap lembaga negara membatasi kekuasaan yang lain. Presiden bisa memveto langkah-langkah Kongres baik dalam tataran konstitusional maupun kebijakan dan vetonya tidak bisa diruntuhkan seperti di sampaikan di atas. Hal ini tidak saja memberi presiden kesempatan untuk mengawasi Kongres, namun juga memungkinkannya untuk lebih dulu mengimbangi kepentingan legislatif. Namun pengawasan dan perimbangan juga membatasi prerogatif kepresidenan. Perintah eksekutif kepresidenan, misalnya saja, harus sesuai dengan UU atau ia tak akan bisa diberlakukan oleh pengadilan federal. Penunjukkan yang dilakukan presiden untuk jabatan-jabatan tinggi harus disetujui mayoritas suara senat.
Hal terpenting dari pengawasan terhadap presiden berupa impeachment dan pemecatan karena kejahatan berat dan perbuatan tercela. Dalam sistem konstitusional Amerika tidak ada pemecatan karena mendapat mosi tak percaya dari dewan legislatif, seorang presiden di-impeach oleh suara mayoritas dari parlemen. Selanjutnya ia disidangkan di Senat, dengan pimpinan sidang kepala MA Amerika Serikat dengan hukuman terberatnya hanyalah pemecatan dari jabatan sekalipun seorang presiden bisa dituduh dan diadili di pengadilan biasa untuk membuktikan apakah ia terbukti bersalah atau terbebas dari tuduhan dalam impeachment yang jatuh padanya.

  • Peran media yang bebas

     Hal yang berkaitan erat dengan hak publik untuk tahu adalah media yang bebas (surat kabar, radio dan televisi) yang bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan. Dalam hal ini, pers dianggap sebagai penjaga yang baik dari demokrasi dan merupakan pengganti warga, melaporkan kembali melalui media cetak dan penyiaran apa yang sudah ditemukannya sehingga masyarakat bisa bertindak berdasarkan pengetahuan itu. Dalam demokrasi, masyarakat bergantung pada pers untuk memberantas korupsi, untuk memaparkan kesalahan penerapan hukum atau ketidakefisienan kerja sebuah lembaga pemerintah. Tak ada negara yang bisa bebas tanpa adanya pers bebas dan satu pertanpa kediktatoran adalah pembungkaman media.

  •  Peran kelompok-kelompok kepentingan, 

    Dengan semakin kompleksnya permasalahan dan bertambah banyaknya jumlah penduduk yang sangat plural tidak mengherankan jumlah kelompok-kelompok kepentindan di Amerika Serikat yang berfungsi menyuarakan aspirasi masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada banyak organisasi di luar pemerintah yang independen dari negara, misalnya GOPAC yang merupakan insitusi independen yang bergerak dalam bidang penyediaan informasi politik penting dan strategis bagi keperluan pendidikan, research maupun bisnis. Ia bukan hanya diperlukan oleh kalangan politisi saja tapi juga masyarakat awam dan pelaku bisnis.
Di Amerika Serikat Disadari  bahwa ciri khas masyarakat demokratis adalah adanya ruang bagi warga untuk menciptakan sumber daya politik alternatif yang bisa mereka mobilisir saat mereka membutuhkannya. Dengan demikian, kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir memainkan peran mendasar; mereka membantu warga agar dapat memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki secara lebih efektif seperti suara, kebebasan berbicara, perserikatan serta proses hukum.
Melindungi hak-hak minoritas,

Memang harus diakui, meskipun Amerika Serikat dianggap sebagai negara demokratis, namun sejarah perlindungan terhadap kaum minoritas di Amerika Serikat sangat buruk sekali. Hal ini bukan hanya perlakuan yang diskriminatif terhadap masyarakat Afrika Amerika (kulit hitam) tapi juga masyarakat Indian. Setidaknya dalam perkembangan dewasa ini, perjuangan ke arah penghapusan terhadap diskriminasi tersebut telah dilakukan. Memang perjuangan untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum minoritas di Amerika Serikat kebanyakan mengambil tempat di meja hijau dan di Kongres serta dewan legislatif di negara-negara bagian.Upaya-upaya tersebut telah terbukti berhasil dengan dua alasan.
     Pertama, kekuasaan hukum dan keyakinan yang terus hidup di masyarakat Amerika Serikat bahwa sekalipun terdapat individu-individu maupun kelompok-kelompok yang tidak sepakat dengan penyelesaian dari pengadilan atau pihak-pihak legislatif dalam pembentukan kebijakan-kebijakan, para warga negara terikat untuk tunduk pada kebijakan tersebut. Apabila mereka tidak setuju dengan kebijakan atau peraturan tersebut, mereka akan melobi pihak legislatif dan mengajukan tuntutan ke pengadilan ketimbang membanjiri jalan-jalan.
     Kedua, kepercayaan sipil masyarakat Amerika Serikat seperti tertera dalam Konstitus, Deklarasi Kemerdekaan dan tradisi panjang yang berlangsung di legislatif dan pengadilan, memegang teguh bahwa semua orang diciptakan setara dan berhak untuk mendapatkan perlindungan yang setara di bawah hukum. Jadi prinsip umumnya adalah semua individu mesti mendapatkan perlakuan yang setara di bawah hukum. Apabila tidak, maka bangsa ini menggali kuburnya sendiri menuju pertikaian antar kelas di masyarakat sipil. SUMBER :https://lincemagriasti.wordpress.com

Demokrasi Inggris

     Meski berbentuk kerajaan, demokrasi tetap tumbuh di Inggris karena berubahnya monarki absolut di Inggris menjadi monarki konstitusional. Dalam sistem monarki konstitusional, raja atau ratu diberikan tempat terhormat, namun tidak lagi mempunyai kekuatan politik. Monarki konstitusional memperkecil peranan raja atau ratu di bidang politik dan memperbesar kekuasaan  perdana menteri dan parlemen. Negara Inggris dikenal sebagai pelopor dari sistem parlementer. Parlemen Inggris dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis. Sistem pemerintahannya didasarkan pada konstitusi yang tidak tertulis atau konvensi. Konstitusi Inggris tidak terkodifikasi dalam satu naskah tertulis, tapi tersebar dalam berbagai peraturan, hukum, dan konvensi. Inggris adalah negara kesatuan (unitary state) dengan sebutan United Kingdom yang terdiri atas England, Scotland, Wales, dan Irlandia Utara. Inggris berbentuk kerajaan (monarki). Inggris menganut sistem desentralisasi. Kekuasaan pemerintah daerah berada pada Council (dewan) yang dipilih oleh rakyat di daerah. Sekarang ini, Inggris terbagi dalam tiga daerah, yaitu England, Wales, dan Greater London.
     Kerajaan Inggris merupakan negara demokrasi dengan sistem parlementer yang menganut paham liberal. Paham ini mendasarkan dan mengutamakan kebebasan individu yang seluas-luasnya. Sistem politik Inggris ini kemudian banyak dipraktekkan pula di negara-negara Eropa Barat. Raja atau ratu merupakan simbol keagungan, kedaulatan, dan persatuan negara yang senantiasa dibanggakan. Adat dan tradisi masih tetap dipegang teguh. Kekuasaan pemerintah terdapat pada kabinet (perdana menteri beserta para menteri), sedangkan raja atau ratu hanya sebagai kepala negara.
     Sehari-hari, pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, yang dipegang oleh partai pemenang pemilihan umum. Namun demikian, ada partai oposisi sebagai pendamping. Secara keseluruhan, mereka bekerja untuk raja atau ratu. Partai-partai yang memperebutkan kekuatan di parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai Buruh. Parlemen Inggris terdiri atas dua kamar (bikameral), yaitu House House of Commons yang diketuai perdana menteri, dan House of Lords. House of Commons atau Majelis Rendah adalah badan perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di antara calon-calon partai politik. House of Lord atau Mejelis Tinggi adalah perwakilan yang berisi para bangsawan dengan berdasarkan warisan. House of Commons memiliki keuasaan yang lebih besar daripada House of Lord.
     Kabinet adalah kelompok menteri yang dipimpin oleh perdana menteri. Kabinet inilah yang benar-benar menjalankan praktek pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari House of Commons. Perdana menteri adalah pemimpin dari partai mayoritas di House of Commons. Masa jabatan kabinet sangat tergantung pada kepercayaan dari House of Commons. Parlemen memiliki kekuasaan membubarkan kabinet dengan mosi tidak percaya. Partai yang menang dalam pemilu dan mayoritas di parlemen merupakan partai yang memerintah, sedangkan partai yang kalah menjadi partai oposisi. Para pemimpin oposisisi membuat semacam kabinet tandingan. Jika sewaktu-waktu kabinet jatuh, partai oposisi dapat mengambil alih penyelenggaraan pemerintah.

Demokrasi Cina

     Proses demokratisasi di China rupanya mengambil jalannya sendiri, tidak dilakukan secara gegabah meniru Barat. Negara tetap memegang kendali secara solid, tetapi ruang gerak masyarakat untuk berusaha justru didorong dengan kebijakan desentralisasi daerah. Individu dan masyarakat didorong untuk mengembangkan ”ekonomi inovatif”. Mesin produktivitas China saat ini adalah buruh yang murah, inovasi, dan menggeliatnya kapitalisme dengan pangsa pasar yang sangat besar. Tidak mengherankan bahwa China juga dikenal sebagai tukang bajak kekayaan intelektual terbesar di dunia.
       Meski mendatangkan keuntungan besar, barang bajakan dan tiruan akan mengancam China kalau dunia kehilangan kepercayaan. Dunia pun sekarang tengah berspekulasi, ke mana arah kemajuan China, apakah akan mengancam negara lain atau mendorong kemakmuran dan perdamaian dunia. Di dalam negeri sedikitnya masih terdapat sekitar 300 juta petani miskin, sebanyak warga AS. Ini mesti diperhatikan agar tak menjadi bom waktu. Namun, perlu diakui, dalam tiga dekade terakhir China mampu mengentaskan penduduk miskin sedikitnya 400 juta.
Hubungan demokrasi dan ekonomi inovatif sangat erat. Inovasi sebagai buah pikiran bebas, kreatif, dan berisiko selalu dilakukan oleh individu-individu yang hidup dalam alam demokrasi. Inovator semacam Bill Gates dapat muncul karena iklim kebebasan yang ada di AS. Akan tetapi, bangsa China sangat sadar, jika kekebasan dibuka sedemikian lebar seperti di AS, negara itu bisa buyar seperti pengalaman Uni Soviet dan Yugoslavia. Belajar dari negara tetangganya yang sama-sama menganut ideologi sosialisme-komunisme yang ternyata berakhir dengan kegagalan, 
China mengembangkan konsep demokrasi yang berakar pada sejarah dan tradisi sendiri. 



 DEMOKRASI INDONESIA

     Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan hingga saaat ini. Dari segi waktu, perkembangna demokrasi di Indonesia dibagi menjadi empat periode, antara lain:

1.Demokrasi pada Periode 1945-1959 (Demokrasi Parlementer)
System demokrasi ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan dan kemudian diperkuat dengan UUD 1945 dan 1950, yang ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Karena lemahnya benih-benih demokrasi system parlementer member peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.

UUD 1950 yang menetapkan berlakunya  system parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi politik-politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional. Sehingga pada akhirnya Ir. Soekarno sebagai Presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945 dan berakhirnya masa demokrasi system parlementer.
 2.Demokrasi pada Periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
     Ciri-ciri pada periode ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsure politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai sutu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebgai presiden seumur hidup telah “membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini (UUD memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang telah ditentukan oleh UUD 1945”. Selain itu banyak pula tindakan-tindakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan UUD.

     G. 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untul dimulainya masa demokrasi pancasila. Dimana pada periode ini dikenal dengan nama Demokkrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang mendasar pada demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalism dan otokrasi dictator. Namun, sebenarnya demokrasi terpimpin ini ingin menempatkan Ir. Soekarno sebagai ayah dalam keluarga besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan tepusat berada di tangannya.

3.Demokrasi pada Periode 1965-1998 (Demokrasi Pancasila)
     Landasan utama dari periode ini adalah pancasila, UUD dan ketetapan-ketetapan MPRS. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi elektif  setiap lima tahun. DPR-Gotong Royong diberi beberapa hak control, disamping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status menteri. Dan masih banyak kebijakan-kebijakan pada periode ini dengan tujuan agar terbinanaya partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat disamping tindakan pembangunan ekonomi secara teratur.

     Badan eksekutif yang kuat tetapi tidaak “comitted” kepada suatu program pembangunan justru dapat membawa kebobrokan oleh karena kekuasaan yang dimilikinya disia-siakan untuk tujuan yang pada hakikatnya merugikan rakyat.
4.Demokrasi pada Periode 1998-Sekarang (Demokrasi Reformasi)
      Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Karena hal itu menjadikan awal bagi transisi demokrasi di Indonesia.  Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat factor kunci, yaitu:
  •  Komposisi elite positif
  • Desain institusi politik
  • Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik di kalangan elite dan non elite
  • Peran civil society (masyarakat madani)

Keempat factor itu harus jalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Perlu diketahui bahwa transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan dituntut kemana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu dalam fase ini pula bisa saja terjadi pembalikkan arah perjalanan bangsa dan Negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter seperti yang terjadi pada masa orde lama dan orde baru.   sumber;https://jumatunnikmah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar